Palembang lagi-lagi dihantam banjir, hujan yang mengguyur kota Palembang selama 3 jam mulai dari pukul 17.00 Wib sampai pukul 20.00 Wib mengakibatkan kendaraan baik roda empat maupun roda dua mengalami mogok. Berdasarkan pantauan di lapangan ada 5 titik yang mengalami banjir hingga 3/4 meter atau sebatas dengkul orang dewasa. 5 titik tersebut diantaranya jl. Angkatan 45 (dekat Mall Palembang Square), sepanjang Jl. Sudirman, Jl. Sekanak dan Jl. Basuki Rahmat (simpang polda).
Hujan tersebut sebenarnya sudah dinanti sebagian warga kota Palembang, seperti komentar salah satu warga yang bernama Ian "hujan memang sangat dinanti karena banyak sebagian warga mengalami kekeringan, tapi sangat disayangkan bukan mendatangkan berkah tapi malah membawa bencana".
Perlu diketahui palembang yang daratannya lebih kurang 40 % adalah daerah rawa yang dipenuhi dengan ekosistem tanaman ilalang (imperata cilindrica) yang berfungsi menyerap air dan sebagai penahan erosi. Sebagian besar masyarakat memanfaatkan daerah rawa tersebut sebagai tempat pemancingan dan bertambak dengan tidak merusak ekosistem yang ada, hal ini sejalan dengan pemanfaatan kawasan rawa.
Banyak hal yang mengakibatkan banjir tersebut diantaranya kurangnya daerah tangkapan air akibat konversi rawa menjadi bangunan (penimbunan), drainase, sampah, berkurangnya hutan kota (resapan air / cathcmen area), tumpah tindih regulasi pemanfaatan ruang, tata kelola dll. Padahal pemerintah sudah berupaya melakukan beberapa tindakan dengan memberdayakan pasukan kuning, menindak pemilik bangunan yang tidak disertai RKL (drainase) tapi hal ini tidak berpengaruh secara signifikan ini terbukti dengan diperolehnya piala Adipura kota Palembang sebagai kota yang bersih dan mempunyai komitment kuat terhadap kebersihan lingkungan.
Sangat disayangkan ditengah meningkatnya perekonomian Makro (Variabel Pembangunan) dengan berdirinya Mal-mal, ruko maupun pusat perkantoran Palembang masih mengalami banjir yang sudah terjadi selama kurang lebih 5 tahun yang lalu apalagi Visi Kota Pelembang menjadikan Kota internasional yang berbudaya dan religius tidak dibarengi dengan komitmen terhadap perbaikan ekologis (lingkungan). Hal ini tidak sejalan dengan kerusakan ekologi (berkurangnya daerah resapan air).
Sudah saatnya Pemerintah Daerah, Pemerintah Provinsi, seluruh dinas terkait, pihak swasta, masyarakat sipil duduk bersama untuk menyelesaikan persoalan "tahunan" ini dengan merubah paradigma Eco developmentalisme (lingkungan untuk pembangunan) menjadi Eco populisme (lingkungan untuk masyarakat) karena masyarakatlah yang mengalami kerugian terbesar (kualitas, kuantitas) akibat dampak dari banjir tersebut. Mulai dari regulasi, perencanaan tata ruang, sampai dilevel aksi harus melibatkan semua stake holder sehingga bisa saling terintegritas, berkelanjutan, fungsi kontrol dengan tidak meniscayakan kearifan lokal dengan demikian program yang diterapkan pemerintah selama ini (drainase, kolam penampungan) tidak menjadi "Proyek Hansih"
Salam,
Dolly
Baca selengkapnya...
Selasa, 11 Agustus 2009
WALHI SULTENG Menantang PT. KLS
Radar Sulteng Selasa, 11 Agustus 2009
Walhi Menyilakan KLS Melapor Polisi, Penggusuran Lahan Masyarakat adalah
Fakta
PALU-Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulteng merespon positif
rencana PT. Kurnia Luwuk Sejati (KLS) untuk mempolisikan mereka. Data
tentang penggusuran lahan yang diekspos Walhi di Radar Sulteng 3 Agustus
sesuai fakta lapangan.
"data ini tidak mengada-ada. Kami memiliki bukti akurat tentang adanya
pelanggaran dalam penggusuran lahan warga," ungkap Direktur WALHI Sulteng,
Wilianita Selviana kepada wartawan di kantornya, kemarin (10/8).
Wilianita yang saat itu didampingi 12 pengacara dan sejumlah aktivis non
government organization (NGO) di Sulteng yang antara lain koordinator
Kontras Sulawesi Edmond Leonardo Siahaan, Dewan Pendiri Kelompok Perjuangan
Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah (KPKPST) Eva, Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) Sulteng Sujarwadi, Dewan Pimpinan Nasional Serikat Pekerja Hukum
Progresif (SPHP) Agusfaisal Said, Solidaritas Perempuan Palu, dan
Perhimpunan Bantuan Hukum Rakyat (PBHR) Sulteng, menegaskan, saat ini mereka
sementara menyusun laporan kasus penggusuran lahan masyaakat yang diduga
dilakukan PT. KLS. kasus ini akan dilaporkan kepada Polisi. Tetapi, karena
PT. KLS berencana mempolisikan WALHI, maka mereka meminta KLS untuk
mempercepat laporan polisi.
Lebih lanjut Wilianita menjelaskan, bahwa masalah penggusuran lahan warga
untuk dijadikan perkebunan sawit tidak mengada-ada. sebelumnya, puluhan
warga berdemonstrasi di kantor DPRD Banggai untuk meminta penyelesaian
masalah penggusuran lahan mereka yang diduga dilakukan PT. KLS
Pada kesempatan yang sama, Badan Pimpinan Pusat SPHP Sulteng, Agusfaisal
Said menegaskan selama 30 tahun berkiprah, Walhi memiliki pengalaman digugat
dan menggugat. "Karena itu, kami menunggu gugatan PT. KLS. Alhamdulilah,
kami sangat bersyukur dengan adanya rencana KLS menggugat Walhi," ungkap
Agus.
Sejak 10 tahun terakhir tegas Agus, Walhi bersama jaringannya intens
melakukan advokasi terhadap isu-isu lingkungan dan peningkatan akses
masyarakat terhadap pemanfaatan sumber daya alam. "soal gugatan kami tunggu
secepatnya. dengan gugatan ini akan membuktikan fakta-fakta tentang adanya
pelanggaran hukum dalam penggusuran lahan masyarakat," tegas Agus.
MAsih menurut Lita sapaan akrab Wilianita Selviana, beberapa hari lalu
sejumlah kepala desa di dataran Toili meminta warga untuk menyerahkan
sertifikat tanahnya. Saat itu juga kata Lita, warga memenuhi permintaan
tersebut, karena kades meyakinkan warga bahwa sertifikat itu akan digunakan
untuk menolak perkebunan sawit di daerah itu.
Dari kejadian ini kata Lita, ada korelasi dengan pernyataan dukungan
terhadap perkebunan sawit yang disampaikan sejumlah kepala desa di daerah
itu. Dia menduga sertifikat tanah warga yang diberikan kepada sejumlah kades
justru digunakan untuk mendukung kegiatan perkebunan sawit di daerah itu.
Sujarwadi dari LBH Sulteng pada kesempatan yang sama mengemukakan, PT KLS
pernah melakukan penggusuran terhadap lahan warga agro estate seluas 175
hektar, dengan alasan bahwa lahan tersebut masuk dalam wilayah Hak Guna
Usaha (HGU) PT. KLS. padahal lahan tersebut milik warga yang dibuktikan
dengan sertifikat. Buntut penggusuran itu kata sujarwadi, warga menggugat
PT. KLS. Saat ini katanya, proses hukum kasus tersebut masuk dalam tahap
proses pembuktian, yang dalam tiga minggu ke depan akan dilakukan peninjauan
lahan oleh hakim di Pengadilan Negeri Luwuk.
Edmond Leonardo Siahaan dari Kontras Sulawesi menambahkan, rencana PT. KLS
untuk menggugat Walhi perlu dibuktikan. Ancaman gugatan terhadap Walhi ini
kata Edmond juga disampaikan PT. KLS Beberapa puluh tahun lalu tetapi tidak
kunjung dilakukan. " Sebenarnya, KLS tidka punya dasar menggugat WALHI,
karena data yang diekspos di media massa adalah fakta. Tetapi kalau KLS
ingin menggugat kita silakan, " ungkap Edmond.
Dalam kesempatan tersebut, Lita membeberkan kronologis dugaan kasus
penggusuran di Kabupaten Banggai. Pada awal tahun 1980-an kata Lita,
transmigrasi di kecamatan Toili dibuka. Setiap Kepala keluarga diberi jatah
dua hektar lahan....
Selengkapnya baca di www.radarsulteng.com
--
=============================
ED WALHI SULAWESI TENGAH
Jl. Kihajar Dewantara
Kec. Palu Timur Kota Palu 94111
Sulawesi Tengah - INDONESIA
Telp/Fax : (0451) 427821
Email : walhisulteng@gmail.com
sulteng@walhi.or.id
Baca selengkapnya...
Walhi Menyilakan KLS Melapor Polisi, Penggusuran Lahan Masyarakat adalah
Fakta
PALU-Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulteng merespon positif
rencana PT. Kurnia Luwuk Sejati (KLS) untuk mempolisikan mereka. Data
tentang penggusuran lahan yang diekspos Walhi di Radar Sulteng 3 Agustus
sesuai fakta lapangan.
"data ini tidak mengada-ada. Kami memiliki bukti akurat tentang adanya
pelanggaran dalam penggusuran lahan warga," ungkap Direktur WALHI Sulteng,
Wilianita Selviana kepada wartawan di kantornya, kemarin (10/8).
Wilianita yang saat itu didampingi 12 pengacara dan sejumlah aktivis non
government organization (NGO) di Sulteng yang antara lain koordinator
Kontras Sulawesi Edmond Leonardo Siahaan, Dewan Pendiri Kelompok Perjuangan
Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah (KPKPST) Eva, Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) Sulteng Sujarwadi, Dewan Pimpinan Nasional Serikat Pekerja Hukum
Progresif (SPHP) Agusfaisal Said, Solidaritas Perempuan Palu, dan
Perhimpunan Bantuan Hukum Rakyat (PBHR) Sulteng, menegaskan, saat ini mereka
sementara menyusun laporan kasus penggusuran lahan masyaakat yang diduga
dilakukan PT. KLS. kasus ini akan dilaporkan kepada Polisi. Tetapi, karena
PT. KLS berencana mempolisikan WALHI, maka mereka meminta KLS untuk
mempercepat laporan polisi.
Lebih lanjut Wilianita menjelaskan, bahwa masalah penggusuran lahan warga
untuk dijadikan perkebunan sawit tidak mengada-ada. sebelumnya, puluhan
warga berdemonstrasi di kantor DPRD Banggai untuk meminta penyelesaian
masalah penggusuran lahan mereka yang diduga dilakukan PT. KLS
Pada kesempatan yang sama, Badan Pimpinan Pusat SPHP Sulteng, Agusfaisal
Said menegaskan selama 30 tahun berkiprah, Walhi memiliki pengalaman digugat
dan menggugat. "Karena itu, kami menunggu gugatan PT. KLS. Alhamdulilah,
kami sangat bersyukur dengan adanya rencana KLS menggugat Walhi," ungkap
Agus.
Sejak 10 tahun terakhir tegas Agus, Walhi bersama jaringannya intens
melakukan advokasi terhadap isu-isu lingkungan dan peningkatan akses
masyarakat terhadap pemanfaatan sumber daya alam. "soal gugatan kami tunggu
secepatnya. dengan gugatan ini akan membuktikan fakta-fakta tentang adanya
pelanggaran hukum dalam penggusuran lahan masyarakat," tegas Agus.
MAsih menurut Lita sapaan akrab Wilianita Selviana, beberapa hari lalu
sejumlah kepala desa di dataran Toili meminta warga untuk menyerahkan
sertifikat tanahnya. Saat itu juga kata Lita, warga memenuhi permintaan
tersebut, karena kades meyakinkan warga bahwa sertifikat itu akan digunakan
untuk menolak perkebunan sawit di daerah itu.
Dari kejadian ini kata Lita, ada korelasi dengan pernyataan dukungan
terhadap perkebunan sawit yang disampaikan sejumlah kepala desa di daerah
itu. Dia menduga sertifikat tanah warga yang diberikan kepada sejumlah kades
justru digunakan untuk mendukung kegiatan perkebunan sawit di daerah itu.
Sujarwadi dari LBH Sulteng pada kesempatan yang sama mengemukakan, PT KLS
pernah melakukan penggusuran terhadap lahan warga agro estate seluas 175
hektar, dengan alasan bahwa lahan tersebut masuk dalam wilayah Hak Guna
Usaha (HGU) PT. KLS. padahal lahan tersebut milik warga yang dibuktikan
dengan sertifikat. Buntut penggusuran itu kata sujarwadi, warga menggugat
PT. KLS. Saat ini katanya, proses hukum kasus tersebut masuk dalam tahap
proses pembuktian, yang dalam tiga minggu ke depan akan dilakukan peninjauan
lahan oleh hakim di Pengadilan Negeri Luwuk.
Edmond Leonardo Siahaan dari Kontras Sulawesi menambahkan, rencana PT. KLS
untuk menggugat Walhi perlu dibuktikan. Ancaman gugatan terhadap Walhi ini
kata Edmond juga disampaikan PT. KLS Beberapa puluh tahun lalu tetapi tidak
kunjung dilakukan. " Sebenarnya, KLS tidka punya dasar menggugat WALHI,
karena data yang diekspos di media massa adalah fakta. Tetapi kalau KLS
ingin menggugat kita silakan, " ungkap Edmond.
Dalam kesempatan tersebut, Lita membeberkan kronologis dugaan kasus
penggusuran di Kabupaten Banggai. Pada awal tahun 1980-an kata Lita,
transmigrasi di kecamatan Toili dibuka. Setiap Kepala keluarga diberi jatah
dua hektar lahan....
Selengkapnya baca di www.radarsulteng.com
--
=============================
ED WALHI SULAWESI TENGAH
Jl. Kihajar Dewantara
Kec. Palu Timur Kota Palu 94111
Sulawesi Tengah - INDONESIA
Telp/Fax : (0451) 427821
Email : walhisulteng@gmail.com
sulteng@walhi.or.id
Baca selengkapnya...
Langganan:
Postingan (Atom)