Selasa, 26 Februari 2008

Industrialisasi

Ancaman Ekologi dan Sosial Ekonomi

Yang Semakin Meminggirkan Hak-Hak Rakyat


Ancaman Investasi HTI di Sumatera Selatan

Luas kawasan di Sumatera Selatan 11.212.317 Ha. Luas kawasan hutan (2005) 5.011.700 Ha.



No.

Jenis Hutan

Luas/Hektar

Persentase

1

Hutan lindung

847.300

16,91

2

Suaka Alam dan Hutan Wisata

822.300

16,40

3

Hutan Produksi Terbatas

298.600

5,95

4

Hutan Produksi Tetap

2.269.400

45,28

5

Hutan Konversi

774.100

15,44


TOTAL

5.011.700

100

Program Sumsel sebagai lumbung Pangan Nasional semakin memicu masuknya peran investasi. Pemerintah Provinsi Sumsel telah melakukan program Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan luas areal 1,4 juta ha pada 2005.

Data Dinas Kehutanan 2006 Luas kawasan hutan 2,28 juta hektar (ha) diperkirakan dalam kondisi kritis.

Sebaran Konsesi HTI di Sumsel

Luas lahan konsesi HTI di Sumatera Selatan 2006

No.

Nama Perusahaan

Wilayah konsesi

Luas lahan

1.

Sinar Mas group (PT. SBA Wood, Bumi Mekar Hijau)

3 kecamatan Selapan, Sengal dan Air Sugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir

600.000 hektar (ha)

2.

PT. Musi Hutan Persada

Wilayah Suban Jeriji (Muara Enim dan Ogan Komering Ulu)

Musi Banyu Asin (Muba), Musi Rawas

Wilayah Benakat (Muara Enim, lahat, Musi Rawas, Musi Banyuasin)

120.470 hektar (ha)

104.100 hektar (ha)

222.450 hektar (ha)



Sekilas Tentang PT Tel PP

PT Tanjung Enim Lestari Pulp & Paper terletak di Kabupaten Muara Enim Kecamatan Rambang dangku, dibangun pada tahun 1995 diatas tanah seluas 1.250 ha dengan menggusur kawasan pertanian produktif, seperti karet, padi, duku dan durian. PT Tel ini disokong oleh sindikasi pendanaan dengan perbandingan 30% modal dalam negeri, pinjaman 70% senilai US$ 650 juta, sisanya dari pinjaman berupa kredit ekspor dan pinjaman konersial. Investasi yang ditanamkan dalam proyek ini lebih dari US$ 1 Milyar, atau sebesar 7 Triliun Rupiah, jika menggunakan nilai kurs Rp.7000,-/Dolar. Investor berasal dari dalam dan luar negeri yakni ;PT. Barito Pacific Group, PT. Citra Lamtorogung, PT. Mukti Lestari Kencana, OECF Jepang, Marubeni Corp, Nippon Paper Industries, Morgan Glenfel Co. Swedia. Dan melibatkan sindikasi berbagai Bank, Export Development Corp (Canada), Finish Export Credit Ltd dan Merita Bank Ltd (Finlandia), Skandinaviske Enskilda Banken (Swedia), Korea First Bank (Korea Selatan), Fuji Bank, Bank Of Tokyo-Mitsubishi(Jepang) dan Bank Austria(Austria).

PT Tel pp mengolah Accasia Mangium sebagai bahan mentah yang disupport oleh HTI milik PT Musi Hutan Persada (MHP) yang dikuasai PT inhutani dan Barito Fasifik Timber Group.

Dalam Proses perwujudan HTI dengan konsesi 300.000 ha ini berlaku paktek kotor seperti wacana yang berkembang dimasyarakat. Dengan bentuk pendekatan militeristik, intimidasi, dan perampasan hutan adat dan tanah rakyat. Di Kecamatan penukal Abab Muara Enim, di Kawasan PT MHP dijadikan Kawasan Latihan Militer. Bekas kekerasan tersebut terbukti dari bekas lars yang menjebol pintu dan palang utama atap rumah warga desa S.Langan.

Lahan Rakyat seluas 12.000 ha akhirnya dikembalikan ke eks Marga Rambang Kapak Tengah I setelah melalui perjuangan panjang (Sriwijaya Post, 28/4/2000), hal ini menjadi bukti bahwa PT MHP telah merampas tanah rakyat.

Tabel. 1 Struktur Modal Proyek PT TEL PP

PT. Barito Pacific Timber + PT Tridan Satriapura

US $ 200.000.000,-

OECF Jepang

US $ 45.000.000,-

Marubeni, Co

US $ 47.000.000,-

Nippon Paper Industries

US $ 8.000.000,-

OECF, Marubeni & Nippon Paper Ind Bergabung Menjadi Sumatera Paper Corporation

North America + Europe

US $ 650.000.000,-

Bank of Scotland

US $ 431.000.000,-

Total Investasi US $ 1.291.000.000,-


Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Desa Korban PT. TEL PP

NO

Desa/ Kecamatan

Luas Wilayah

Jumlah

Penduduk / KK

Pemanfaatan Sungai

1

Banuayu/

Rambang Dangku

1400 Ha

2600/544

Ø Sumber Air

Ø MCK

Ø Transportasi

Ø Pertanian

2

Muara Niru/

Rambang Dangku

3330 Ha

1209/344

Ø Sumber Air

Ø MCK

Ø Transportasi

Ø Pertanian

3

Tebat Agung/

Rambang Dangku

2250 Ha

3382/1028

Ø Transportasi

4

Gerinam/

Rambang Dangku

1400 Ha

760/184

Ø Transportasi

5

Kuripan/

Rambang Dangku

3210 Ha

3687/1059

Ø Sumber Air

Ø MCK

Ø Transportasi

Ø Pertanian

6

Dalam/

Gunung Megang

2500 Ha

3571/600

Ø Sumber Air

Ø MCK

Ø Transportasi

Ø Pertanian

7

Baturaja/

Rambang Dangku

4025 Ha

1794/260

Ø Sumber Air

Ø MCK

Ø Transportasi

Ø Pertanian

Praktek-praktek Investasi

Masuknya industri dilahan masyarakat dengan tekanan&penipuan

- Didukung sepenuhnya oleh pihak Pemerintah Indonesia, baik pemerintah pusat, propinsi, kabupaten sampai aparat desa, dan adanya bala bantuan dari pihak Militer dan Kepolisian yang telah menjelma menjadi tukang pukul perusahaan. Memburu para petani yang tidak mau melepaskan lahannya, intimidasi, teror, penipuan, stigmatisasi komunis, anti pembangunan sampai dengan kekerasan fisik yang didukung sepenuhnya oleh Kepolisian dan Militer demi mengejar keuntungan. Tak jarang penggusuran lahan dilakukan pada malam hari, pada sore hari petani pulang kerumahnya, keesokan harinya mereka sudah mendapatkan kebunnya sudah rata dengan tanah.

- Pemda setempat ternyata memiliki naluri bisnis yang tinggi, dengan melanggar instrumen hukum mereka menjadi makelar (calo) tanah antara pihak perusahaan dengan penduduk। Upaya pembebasan lahan dimulai tahun 1995। PT TEL mengucurkan dana sebesar Rp 1,6 Milyar yang kesemuanya di serahkan ke Pemda Muara Enim, dengan janji pihak perusahaan terima beres। Warga tani dipaksa menerima ganti rugi Rp 5।000,-/batang karet (harga saat itu Rp 11.000,-/batang), mereka juga terpaksa merelakan jumlah batang karet mereka dimanipulasi. Akhirnya terungkap bahwa Pemda Muara Enim meminta ganti rugi kepada PT TEL dan meminta biaya operasional sebesar Rp 657.764.800,- melalui surat Bupati Muara Enim No। 593/1264/I.1/1995.


III. Korban Industri

- Penduduk di tujuh desa yaitu, Desa Dalam, Banuayu, Muara Niru, Tebat Agung, Gerinam, Baturaja dan Kuripan dari dua kecamatan yaitu Kecamatan Gunung Megang dan Kecamatan Rambang Dangku, Muara Enim yang menjadi areal Pabrik Pengolahan Pulp&Paper.

- Sebelum adanya penggusuran, warga sekitar PT TEL mengusahakan tanaman karet dengan luas sekitar 2 Ha/KK, yang dapat menghasilkan getah rata-rata 10 kg/hari/Ha (masa aktif menyadap karet adalah 21 hari/bulan) dengan harga jual Rp 1.500,-/Kg (sekarang harga jual karet berkisar 4.500 – 6000 rupiah/kg) .

-

Selain itu, disana terdapat pula lahan yang sengaja dijadikan “hutan peramuan”, yang dipergunakan masyarakat, utamanya untuk bahan kayu bakar dan bahan bangunan, disamping terdapat tumbuhan tertentu yang dipergunakan untuk pengobatan।

- Sungai lematang untuk kegiatan sehari-hari seperti antara lain; mandi, mencuci, mencari ikan, tambak, sarana transportasi. Sungai Lematang melewati empat kota yang ada di Sumatera Selatan yaitu Pagar Alam, Lahat, Muara Enim dan Prabumulih yang bermuara ke sungai Musi.

- Gejolak dimasyarakat juga muncul karena persoalan ketenaga kerjaan. Warga sekitar lokasi pabrik kehilangan mata pencaharian, akibat aset produksi mereka (lahan perkebunan) digusur untuk areal industri. Malah ada yang menjadi pemulung disekitar areal pembangunan pabrik.

- Bau limbah menusuk dan sangat mengganggu masyarakat। Membuat masyarakat desa disekitarnya sering mengalami mual, muntah, mata perih। Selain itu menyebabkan tanaman rusak, kerdil dan gagal panen।

- Muncul ketakutan-ketakutan akan pencemaran dikalangan kaum perempuan yang aktivitasnya tinggi di sungai Lematang. Penyakit kulit seperti gatal gatal, koreng, khususnya dirasakan sekali oleh banyak perempuan dan anak anak. Setiap harinya perempuan memang mempunyai waktu bersentuhan lebih banyak dibanding laki laki yang dilakukan rutin setiap hari. Kegiatan di air seperti mencuci peralatan dapur, bahan masakan, pakaian, memandikan anak, tidak jarang perempuan juga mencari ikan dan mengontrol tambak seperti laki laki (biasanya pada saat suami atau anak laki lakinya tidak ditempat, ada pekerjaan lain, kadang karena memang suka). Hasil analisa medis dari tim dokter yang diundang oleh Walhi Sumsel untuk uji kesehatan terhadap masyarakat menyatakan terindikasi secara jelas bahwa kelainan pada kulit (penyakit kulit) tersebut disebabkan kandungan unsure logam, zat zat dan senyawa yang sesuai dengan unsure – senyawa limbah perusahaan. Ada kasus perempuan, ibu rumah tangga mengalami dan gagal melahirkan.

- Produksi ikan menurun, dari 4 Kg/hari menjadi 1 Kg/hari karena penurunan kualitas air

- 1250 Ha hutan yang diubah menjadi kawasan pabrik, perumahan dan perkantoran, berdampak meningkatnya suhu udara, hal ini sangat dirasakan warga, karena sangat berbeda dari sebelum datangmya perusahaan.

- Areal pabrik dan perumahan karyawan dijaga ketat oleh pihak militer selain keamanan dari perusahaan sendiri. Selain itu didepan pintu masuk pabrik dipasang papan tulisan “Daerah Latihan Militer” untuk menakuti warga. Militer juga selalu dilibatkan dalam setiap usaha penyelesaian kasus antara warga dengan perusahaan.

- Menjamurnya warung remang-remang di sekitar pabrik, yang menyediakan minuman keras dan wanita tunasusila. Berdasarkan amdal PT. TEL sendiri disebutkan di sekitar lokasi pabrik akan di adakan lokalisasi sebagai sarana hiburan pekerja perusahaan.

IV. Aksi aksi masyarakat

- Penutupan jalan utama menuju pabrik PT TEL yang mengakibatkan kontraktor pengerjaan pabrik mengalami kerugian sebesar 70 ribu Dolar AS karena karyawan tidak dapat melakukan aktivitas sementara upah mereka harus tetap dibayar (Sriwijaya Post, 15 Februari 1999),


- Aksi kaum perempuan desa sambil bertelanjang (bugil) memagari tanah desa ketika bulldozer perusahaan hendak menghancurkan perkebunan mereka. Tidak hanya sampai disitu, aksi-aksi di tingkatan desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, sampai ke Jakarta bahkan ke tingkat Internasional (Jepang) juga telah dilakukan.


- Beratus-ratus surat protes yang dibuat oleh petani serta Ornop Lingkungan dan HAM telah dikeluarkan.


- Masyarakat memngorganisir diri membentuk ikatan dalam organisasi. Antara lain tergabung dalam KSKP (Kesatuan Solidaritas Kesejahteraan Petani), IMASS (Ikatan Masyarakat Adat Sumatera Selatan)


- Berbagai pengujian kondisi oleh masyarakat dan dibantu tim ilmiah untuk membuktikan uji kesehatan lingkungan dan masyarakat

V. Respon pemerintah dan perusahaan

- Tenang tenang saja… Industri dan laju produksi adalah target utama. Beberapa orang tokoh masyarakat “dijinakkan”. Kalau tidak “dibeli” bisa “dikriminalkan”.

- Perusahaan membuat sumur sumur untuk dikonsumsi masyarakat, sebagai jawabannya terhadap protes masyarakat atas perubahan kondisi sungai

- Menjanjikan prospek tenaga kerja, berbuntut pada gejolak sesama masyarakat berebut pekerjaan

- Masyarakat sekitar PT TEL tetap menuntut perusahaan. Ada desa yang menuntut agar PT TEL memberikan kesempatan kerja, tetapi ada juga yang menuntut pengembalian lahan. Pada bulan agustus tahun 1999 pihak PT TEL akhitnya berhasil mempengaruhi warga sekitar PT TEL untuk menerima uang tambahan ganti rugi sebesar Rp. 1.500.000,-.

PT. SBA Wood

Palembang, Rabu 19 April 2006

Kecewa dengan janji palsu Komisi II DPRD Sumatera Selatan, Masyarakat melakukan aksi di camp (kronologis Aksi Masyarakat Riding)

Masyarakat sejak pagi menjelang siang melakukan aksi di camp perusahaan yang berlokasi di daerah Penyabungan luar/dusun 3 desa Riding, aksi ini bertujuan untuk meminta penjelasan penyelesaian sengketa.

Humas PT. SBA Sambosir. Sambosir datang ke lokasi Camp perusahaan sekitar jam 2 siang, dikawal oleh 3 orang polisi (menurut informasi warga bersala dari satuan brimob polda sumsel) dengan menggunakan helikopter, langsung diblokade warga dan dituntut memberikan penjelasan soal penyelesaian sengketa mereka dengan perusahaan.

Tidak puas dengan penjelasan Sambosir atas pertanyaan masyarakat, Sambosir dan pengawalnya (3 orang anggota polisi) dihalau untuk tidak pulang dengan menggunakan helikopter yang dibawanya dan diajak masyarakat untuk ke dusun 1 desa Pampangan yang berjarak sekitar 17 kilometer dari lokasi camp perusahaan tersebut dengan menggunakan truk. Rencananya akan dibawa kerumah Kepala Desa untuk dimintai keterangan dan kejelasan soal upaya penyelesaian sengketa.

Informasi (jam 17.30); Sambosir dan 3 orang polisi pengawalnya sudah berada dirumah Kepala Desa Riding dengan pengawalan ketat masyarakat untuk melakukan dialog dengan utusan masyarakat di rumah kepala desa Riding.

Informasi perkembangan terakhir (jam 21. 20); saat ini masih terus berlangsung proses dialog negosiasi masyarakat dengan humas perusahaan tersebut di rumah kepala desa Riding.

Aksi yang dilakukan oleh masyarakat ini adalah akumulasi dari kekecewaan mereka kepada aparatur pemerintahan negara, dalam hal ini adalah pihak DPRD Sumsel karena dinilai ingkar janji dan tidak ada upaya kongkrit terhadap aspirasi masyarakat sebagai tindak lanjut upaya penyelesaian sengketa PT. Sinar Bumi Agung Woods (SBA Woods) dengan masyarakat Desa Riding Kecamatan Pampangan OKI,

Sebelumnya, dalam dialog dengan komisi 2 DPRD Sumsel tanggal 6 April di ruang sidang komisi II yang dipimpin oleh Denny (Sekretaris Komisi II) DPRD Sumsel menjanjikan akan menurunkan tim kelapangan yang khususnya terdiri dari unsur Pemprov untuk melakukan tinjauan posisi kasus sengketa lahan masyarakat OKI tersebut..

Sumber informasi dari warga mengatakan; hingga konfirmasi yang dilakukan oleh utusan warga secara langsung kepada Denny kemarin (18 April 2006) beliau menyatakan tim turun kelokasi tidak jadi dengan alasan lupa…

Dialog tanggal 6 april 2006 ini dilakukan sebagai tindak lanjut respon DPRD Sumsel atas aksi yang dilakukan oleh sekitar 1500an warga Riding, Jermun, Talang Nangka, Siju, Secondong di halaman Pemprov dan DPRD sumsel (tanggal 21 Maret 2006) yang menolak HTI dan Perkebunan Kelapa Sawit dan menuntut pengembalian lahan desa mereka yang di okupasi oleh perusahaan besar Industri HTI (SBA Woods) & Perkebunan Kelapa Sawit (PT. PSM).

Sebelum aksi di pemrov dan DPRD Sumsel, sejak bulan desember 2005 lalu masyarakat sudah merulang kali melakukan rangkaian aksi di kabupaten OKI namun tidak mendapat tanggapan positif dari pemerintah, bahkan tiga orang warga mengalami proses dijadikan polisi sebagai tersangka atas pengaduan oleh pihak PT। SBA woods.



Baca selengkapnya...

Selasa, 12 Februari 2008

Banjir

Pernyataan Sikap Bersama

Perumahan Kartika Rw 07. Kel.karya Baru

Dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi)

Sumatera selatan

Kasus konflik antara masyarakat perumdam kartika dan aktivitas penggalian tanah telah terjadi cukup lama, semenjak tahun 1999- 2007. Masyarakat yang selama ini (1991) tinggal dilokasi tersebut mengalami keresahan, bahkan telah terjadi intimidasi dan kriminasasi terhadap masyarakat yang berjuang meminta haknya untuk menghentikan aktivitas penggalian karena telah merugikan mereka baik materiil maupun non materiil. Ada kesan pemerintah tinggal diam dan cendrung membiarkan konflik ini terus terjadi, perlu dikertahui, setiap warga Negara dilindungi oleh hukum dan dijamin keselamatan sesuai dengan pembukaan Undang-undang Dasar 19945 bahwa Kemerdekaan adalah hak segala bangsa untuk itulah segalah bentuk penjajahan harus dihapuskan. Konflik terus meruncing/tidak terselesaikan bukan tidak mungkin kedaulatan Negara yang seharusnya memfasilitasi rakyat dinegasikan atau tidak diakui oleh rakyat.

Berdasarkan Surat Keputusan Walikota Palembang Nomor 1100 Tahun 2007 tentang izin pertambangan galian C kepada CV. Berkat Yakin didalamya (Berita acara )terhadap persyaratan dan wewenang Pemerintah kota Palembang poit ke 10. Menurut. Kami ketentuan tersebut telah dilanggar oleh CV. Berkat Yakin dan melanggar UU 23 Tahun 1997 Tentang pengelolaan lingkugan Hidup.Beberapa temuan kami (Warga dan Walhi Sumsel) :

Pertama, pada saat musim hujan terjadi banjir sampai satu meter dan endapan Lumpur terutama pada daerah-daerah dataran rendah seperti perumahan warga dan gedung sekolah, sedangkan musim kemarau lahan perbukitan tersebut menjadi tandus akibat tidak adanya/habisnya tanaman sebagai penyangga air .

Kedua,Banyaknya pondasi penyangga tiang listrik PLN di sekitar lokasi galian terkikis dan kalau ini terus dibiarkan memungkinkan robohnya tiang tersebut.

Ketiga, Rusaknya sisi jalan dan badan jalan yang dilalui oleh truk- truk pengakat tanah .

Keempat,tidak adanya kajian lingkugan berupa Amdal, RKL dan RPL perumahan.

Kelima, tanah yang dikuasi oleh perusahaan merupakan tanah hak milik perseorangan tanpa ada batas- batas jelas/area penggalian.

Berdsarkan situasi tersebut CV. Berkat Yakin telah melanggar ketentuan dan Peraturan perundang-undang, Undang- undang 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkugan hidup yang dengan jelas menyebutkan setiap badan usaha yang berdampak pada masyarakat harus memiliki Analisasi Mengenai Dampak Lingkugan (Amdal),Rencana Kelola Lingkungan (RKL)dan Rencana Pengelolaan Lingkungan RPL. Bagi Pelagar dapat terkena sanksi administratif maupun pidana, dan diatur mengenai tata cara tuntutan baik melalui Class Action maupun Legal Standing. Mengenai Surat Keputusan yang ditandatangani oleh Walikota Palembang cacat hukum karena telah melanggar hirarki hukum diatasnya dan secara otomatis dinyatakan batal.

Maka kami Wahana Lingkugan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel dan Persatuan perumahan perumdam menyatakan sikap:

1. Menurut kementerian Lingkugan Hidup (KLH) untuk mencabut izin perusahaan atas pelanggaran Undang- undang 23 Tahun 1997 Tentang pengelolaan Lingkungan Hidup.

2. Menurut pemerintah kota Palembang untuk mencabut Surat Keputusan nomor 1100 Tahun 2007 tentang izin pertambangan daerah kepada CV. Berkat Yakin dan menghentikan segala aktivitas perusahaan sebelum adanya kejelasan penyelesaian berdasarkan peraturan perundang- undang.

3. Meminta Aparat penegak hukum untuk berlaku objektip dalam penyelesaian pemasalahan warga dan CV. Berkat yakin

4. Mengajak semua elemen masyarakat untuk berjuang bersama melawan semua bentuk penjajahan demi terciptanya kedaulatan Republik Indonesia yang kita cintai.

Palembang,29 November 2007

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Persatuan Warga perumdam

WALHI

SUMATERA SELATAN

Dolly Reza Pahlevi Letkol (purn) Jonson Monte

Kadiv Polusi Industri

Gambaran Kasus Galian Tanah

Perumahan kartika keluran karya Baru

Kronologis Kasus :

1. Pada Tahun 1991 perumahan perumdam (perumahan kodam )yang di bangun oleh poskopat dengan setifikat hak milik

2. Lahan yang digali peruntukan usaha tersebut merupakan tanah hak milik (setifikat ).

3. Pada tahun 1999 masyarakat (perumdam) RW O7 RT 23 keluran karya baru mengalami keresahan akibat aktivitas penggalian tanah oleh beberapa kelompok preman. Kerena perumahan warga setiap musim hujan mengalami kebanjiran, tanah lonsor dan rusaknya jalan umum.


Baca selengkapnya...

POLUSI

DIBALIK PEMBANGUNAN

PELABUHAN TANJUNG API-API DI KAWASAN

SEMENANJUNG BANYUASIN DAN TAMAN NASIONAL SEMBILANG

Pengantar

Saat ini, Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan sedang gencar-gencarnya mempromosikan pembangunan pelabuhan Tanjung Api-api. Untuk mendukung kegiatan pembangunan ini, serangakaian kegiatan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) terhadap proyek ini telah dilakukan oleh Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan (Anon 2004) berdasarkan kepada suatu Disain Rencana Tata Ruang Detail (Desember,2002). Sayangnya, dari kedua dokumen yang telah disusun tersebut terdapat beberapa kelemahan yang sangat mendasar. Salah satu sisi lemah dari isi dokumen tersebut adalah sedikitnya informasi yang akurat mengenai Keanekaragaman Hayati dilokasi pembangunan pelabuhan tersebut dan yang lebih parah lagi sedikit sekali disinggung keberadaan Taman Nasional Sembilang yang berada dekat sekali dengan kawasan calon pelabuhan Samudera. Isi dokumen tersebut bahkan tidak menyinggung sama sekali dampak dari pembangunan pelabuhan Tanjung api-api terhadap Keanekaragaman Hayati Taman Nasional Sembilang yang lokasinya sangat dekat dengan lokasi pelabuhan tersebut.

Posisi Pelabuhan Samudera sekitar 5-6 km di Sebelah tenggara dari Taman Nasional Sembilang jelas-jelas akan menimbulkan dampak kepada keberadaan TNS. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa dampak ekologi, ekonomi maupun social. Dari sisi ekologi, dampak dapat dibagi kepada dampak kepada fisik kawasan dan dampak terhadap keanekaragaman hayati.

Oleh karena itu perlu kami berikan suatu kajian pengantar yang dapat memperkaya informasi-informasi yang masih diperlukan dalam mengelola dan mewujudkan pelabuhan Samudera Tanjung Api api yang ramah lingkungan.

Dampak terhadap kawasan Taman Nasional Sembilang

Berdasarkan pengamatan pada peta TNS dan Tj Api2, diketahui bahwa titik terdekat antara dua kawasan ini berjarak sekitar 5-6 km saja, dipisahkan oleh laut/muara dari sungai Lalan. Dengan jarak yg tidak terlalu jauh memiliki potensi dimana segala perubahan kondisi lingkungan di daerah Tanjung Api2 akan mempengaruhi ekosistem alami TNS, termasuk konversi dari habitat Hutan Bakau dan Nipah menjadi kawasan Pelabuhan, pemukiman dan Industri. Dalam hal ini, salah satu habitat yang terganggu adalah kawasan dataran lumpur (mudflat) yang umum terdapat di muara-muara sungai yang membawa endapan Lumpur. Di semenanjung Banyuasin (termasuk sktr Tjg Api2) banyak terdapat dataran lumpur yang terbentuk secara alami akibat pengaruh dari sedimentasi lumpur yang terbawa arus sungai yang ditangkap oleh akar-akar pohon bakau. Dataran lumpur ini memiliki fungsi ekologis dan merupakan suatu bagian kesatuan dengan TNS. Menurut Komite Nasional Pengelolaan Ekosistem Lahan BAsah (2004) kawasan yang kelihatannya seperti tandus ini sebetulnya sangat subur karena banyak menerima suplai nutrient dan dihuni oleh berbagai jenis organisme bentik. Ketika air surut, kawasan ini menjadi surga makan bagi burung air, sedangkan di saat pasang akan dipenuhi oleh berbagai jenis ikan yang menguntungkan bagi para nelayan. Dalam dokumen ini juga dinyatakan bahwa Semenanjung Banyuasin adalah salah satu daerah yang memiliki ekosistem dataran Lumpur yang sangat luas. Dataran Lumpur di wilayah ini dapat menjorok sejauh kearah laut lebih dari 1,5 km dari garis pantai, dengan kondisi dinamis yang dipengaruhi oleh pasang surut dan sedimentasi yang terjadi. Setiap tahunnya jutaan burung migrant memanfaatkan kawasan ini untuk beristirahat dalam perjalanan migrasinya.

Adanya usaha-usaha pengerukan untuk memperdalam kedalaman air di sekitar lokasi pelabuhan, dikhawatirkan akan merusak keberadaan dataran lumpur. Dimana selain dataran lumpur tersebut terkena kerukan juga dikhawatirkan tererosi oleh hempasan ombak kapal-kapal besar yang lewat. Pengambilan lumpur untuk menimbun daratan yang akan dibangun sebagai lokasi pelabuhan juga akan berdampak negatif apabila tanah yang digunakan berasal dari dataran lumpur yang ada.

Sebenarnya, sejak ditetapkannya kawasan TN Sembilang oleh SK Menhut No. 95 Tahun 2003 dengan luas 202.000 ha, telah pula diusulkan rasionalisasi batas-batas kawasan TNS. Rasionalisasi ini termasuk mengusulkan masuknya daerah-daerah penting di hulu sungai dikawasan TNS, dan areal pantai/laut sekeliling kawasan. Termasuk wilayah perairan dan dataran lumpur Semenanjung Banyuasin di sebelah barat laut Tjg Api2. Proses rasionalisasi ini masih berjalan dan saat ini usulan telah sampai di tingkat Departemen Kehutanan di pusat untuk penetapan rasionalisasi batas. Akan tetapi sehubungan dengan belum ditunjuknya UPT khusus kawasan ini, proses penetapan ini menjadi tersendat. AKan tetapi komponen pemerintah kabupaten dan propinsi telah mengetahui rasionalisasi kawasan ini dan telah memberikan input dan masukan. Demi keberadaan TNS, sudah sepantasnya pembangunan kawasan Tj Api-api juga mengindahkan kesepakatan dalam rasionalisasi dan tidak hanya memandang batas kawasan yang sudah ditetapkan menteri.

Dari sisi pengelolaan, sepatutnya UPT TNS (saat ini masih dikelola oleh BKSDA SS) dilibatkan dalam persiapan dan pengelolaan kawasan sekitar Tjg Api-api. Atau paling tidak memiliki wewenang dalam menentukan apakah suatu kegiatan dapat dilakukan di sekitar kawasan TNS yang berdampingan dengan lokasi Pelabuhan. Pembangunan sebuah kantor atau Pos Jaga di sisi TNS beserta sarana dan prasarananya akan sangat membantu dalam kegiatan pengawasana kawasan, yang sebenarnya juga meringankan tugas dan tanggung jawab pengelola Pelabuhan.

Dampak Terhadap Keanekaragaman hayati

Fakta mengenai kondisi Burung di TN. Sembilang

Paling sedikit 213 spesies burung telah dicatat untuk TN Sembilang (data PBS) termasuk banyak dari spesies residen yang berstatus genting. Spesies burung ini meliputi spesies penetap (resident) yang terancam seperti Pecuk-ular Asia (Anhinga melanogaster), koloni terakhir dari Pelikan (Pelecanus philippensis) di region Indo-Malaya, Bangau Storm (Ciconia stormi), lebih dari 1.000 ekor Bangau Bluwok (Mycteria cinerea), lebih dari 300 ekor Bangau Tongtong (Leptoptilos javanicus), Cangak Laut (Ardea sumatrana), Rangkong (Buceros vigil, Aceros subruficollis, dan Aceros corrugatus), serta lebih dari 28 spesies burung air migran, termasuk 10.000-13.000 Trinil-lumpur Asia (Limnodromus semipalmatus), 28 ekor Trinil Nordmann (Tringa guttifer), lebih dari 2.600 Gajahan Timur (Numenius madagascariensis), dan beberapa ribu individu spesies dara laut (Sternidae).

Jumlah total burung air pantai yang memanfaatkan dataran lumpur di kawasan ini sekitar 0.5-1 juta ekor (Danielsen & Verheught, 1990) dengan sekitar 80.000 ekor dapat dijumpai setiap harinya di Delta Banyuasin. Dataran lumpur Banyuasin juga merupakan tempat mencari makan bagi ratusan Bangau Bluwok, Bangau Tongtong, dan Ibis-Cucuk Besi (Threskiornis melanocephalus), dan juga lebih dari 2.000 spesies Kuntul (Silvius 1986).

Fakta mengenai TN. Sembilang sebagai habitat hidupan liar:

· Daerah TN Sembilang masih mendukung keberadaan satwa yang sebagian diantaranya adalah jenis yang terancam punah dan dilindungi. Hutan bakau di kawasan ini merupakan daerah penting sebagai tempat mencari makan, bersarang, beristirahat bagi beberapa jenis satwa yang terancam punah seperti Bluwok Mycteria cinerea, Bangau tongtong Leptoptilus javanicus, Harimau sumatera Panthera tigris sumatrae, buaya muara Crocodillus porosus.

· Danielsen & Verheught, 1990 menyebutkan bahwa daerah hutan bakau (bagian berlumpur, mudflat) di kawasan pesisir timur Sumatera Selatan menyediakan tempat untuk mencari makan dan tempat bertengger bagi burung migran seperti Trinil-lumpur Asia Limnodromus semipalmatus, Biru-laut ekor hitam Limosa limosa, Biru-laut ekor blorok Limosa lapponica, Gajahan Numenius spp. Saat ini sebagian besar hutan bakau yang tersisa di pantai Timur Sumatera berada di kawasan Sembilang, dan masih menjadi tempat mencari makan dan beristirahat bagi burung pantai migran tersebut. Namun saat ini tekanan oleh tingginya aktivitas manusia di kawasan ini sangat mengancam keberadaan burung pantai migran tersebut.

Kemungkinan yang dapat terjadi sehubungan pembangunan pelabuhan tg.api-api:

· Pengerukan yang akan dilakukan dapat berdampak terhadap daerah tempat istirahat dan mencari makan bagi burung-burung air (baik yang bermigrasi maupun penetap). Lokasi-lokasi yang penting antara lain: Daerah mudflat sekitar Tanjung Tengkorak (mulai Sungai Barong hingga dekat muara Sungai Semibilang, Daerah Tanjung Carat, Muara Sungai Solok Buntu, serta daerah mudflat antara muara Sungai Bungin hingga Sungai Solok Buntu.

· Perubahan yang terjadi dapat berakibat menurunnya kualitas perairan di sekitar lokasi pembangunan pelabuhan ini dapat berdampak pada hilangnya berbagai plasma nuftah yang menjadi makanan burung-burung tersebut.

· Pencemaran daerah perairan akan meningkat seiring meningkatnya lalu-lintas kapal di daerah tersebut, tentu ini dapat berdampak buruk juga bagi hidupan liar di Semenanjuan Banyuasin.

Hilangnya tempat bersinggah bagi burung migran berarti semakin besar ancaman kepunahannya karena tidak adanya tempat yang bisa menyediakan makanan baginya di musim dingin. Punahnya populasi burung migran akibat perubahan/konversi habitat alaminya oleh kegiatan manusia akan memicu kemarahan dunia internasional karena burung migran merupakan satwa yang dilindungi secara global. Secara tidak disadari, pembangunan pelabuhan Samudera Tanjung Api-api dapat menimbulkan dampak global pula.

Fakta mengenai keberadaan Lumba-lumba di Semenanjung Banyuasin

Salah satu fauna penting yang terdapat di pesisir Banyuasin yang juga terdapat dilokasi pembangunan pelabuhan Tanjung Api-api yang tidak disinggung oleh tim penyusun dokumen AMDAL adalah keberadaan populasi Lumba-lumba. Di pesisir Banyuasin juga (termasuk di sekitar lokasi pelabuhan Tanjung Api-api) dilaporkan terdapat dua jenis Lumba-lumba, yaitu Lumba-lumba Bongkok Sousa chinensis dan Pesut Orcaella brevirostris. Keberadaan dua jenis lumba-lumba ini pertama kali dilaporkan oleh Danielsen & Verheught (1990) dan dikonfirmasi keberadaannya oleh Iqbal (2004). Dua jenis ini adalah dua jenis yang sudah pasti tercatat di kawasan ini. Beberapa jenis lumba-lumba yang wilayah sebarannya di kawasan Pasifik barat (Western Central Pacific) yang terdapat dalam Kinze (2001) kemungkinan juga terdapat di Kawasan ini.

Status Perlindungan Lumba-lumba yang terdapat di sekitar Tanjung Api-api

Kedua jenis Lumba-lumba (Lumba-lumba bongkok dan Pesut) yang terdapat di sekitar lokasi pelabuhan Tanjung Api-api merupakan jenis yang dilindungi oleh Pemerintah Republik Indonesia (Noerdjito & Maryanto 2001). Kedua jenis tersebut dilindungi melalui ; SK Mentan No. 35/Kpts/Um/10/1975 (tertulis Dolphin), SK Mentan No. 716/Kpts/Um/10/1980 (tertulis Cetacea) dan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 (tertulis semua jenis dari famili cetacea).

Secara global, baik Lumba-lumba Bongkok maupun Pesut teramsuk dalam kategori Data Deficient atau Kurang Data (IUCN 2000). Sedangkan CITES (Convention International of Trade of Endangered Species atau Konvensi Internasional yang mengatur Perdagangan mengenai jenis-jenis yang terancam punah) memasukkan Lumba-lumba Bongkok ke dalam CITES Appendix 1 dan Pesut ke dalam Appendix II (Mardiastuti & Soehartono 2002).

Arti Penting Tanjung Api-api bagi Populasi Lumba-lumba

Lokasi pelabuhan Tanjung Api-api yang merupakan kawasan laut dan perairan sungai merupakan jenis habitat yang sangat disukai bagi Lumba-lumba bongkok dan Pesut. Dari beberapa referensi maka dapat diketahui bahwa daerah muara yang terlaetak di Sungai-sungai besar seperti kawasan Tanjung api-api merupakan habitat utama bagi pergerakan lumba-lumba dari laut menuju ke Sungai dan sebaliknya. Catatan yang dikompilasi oleh Reeves and Leatherwood (1994) menunjukkan bahwa pesut dan Lumba-lumba bongkok seringkali melakukan pergerakan dari sungai ke laut dan sebaliknya. Lumba-lumba bongkok seringkali bergerak masuk dari pesisir menuju ke sungai-sungai besar terutama daerah sungai yang pesisirnya memiliki hutan mangrove. Untuk pesut, jenis ini kadangkali masuk sangat jauh kedalam sungai-sungai besar. Di Sungai Gangga (India) jenis ini dapat bergerak menuju sungai sampai jarak 300 km dari laut dan di Sundans (Bangladesh) mereka dapat dijumpai masuk sampai 100 km dari laut.

Seperti halnya dengan Lumba-lumba bongkok dan pesut ditempat lain diatas, populasi Lumba-lumba bongkok dan Pesut diatas juga memiliki biologi yang serupa. Laporan-laporan masyarakat lokal mengenai teramatinya Lumba-lumba bongkok dan Pesut menunjukkan bahwa Lumba-lumba bongkok dan Pesut pesisir Banyuasin kerap kali masuk menuju hulu sungai (Iqbal Pers. Com 2005). Untuk pesut, seorang petugas Dinas perhubungan bahkan melaporkan pernah melihat Pesut di P 11 Karang Agung (lokasi perairan yang letaknya cukup jauh dari laut). Adapun untuk Pesut pesisir Banyuasin (termasuk wilayah Tanjung Api-api), populasi yang terdapat di kawasan ini diperkirakan melakukan pergerakan reguler dari pesisir Banyuasin menuju ke sungai-sungai besar disekitarnya (seperti Sungai Lalan dan Sungai Tanjung Sereh). Asumsi ini juga diperkuat dengan adanya laporan dari data tahun 1990 (Danielsen & Verheught 1990) mengenai teramatinya Pesut di sekitar Sungai Tanjung Sereh, dan laporan serupa dari masyarakat lokal mengenai hal ini.

Dampak Pembangunan Tanjung Api-api terhadap Populasi Lumba-lumba

Ada beberapa dampak yang diperkirakan akan terjadi terhadap populasi Lumba-lumba di Pesisir Banyuasin jika pembangunan pelabuhan Tanjung Api-api jadi dilaksanakan. Dampak-dampak tersebut yaitu ;

1. Posisi pelabuhan Tanjung Api-api yang merupakan penghubung antara perairan laut dan Sungai-sungai besar akan sangat berpotensi memutus jalur pergerakan alami dari Lumba-lumba ini. Hal ini diduga kuat dapat mengakibatkan berkurangnya populasi Lumba-lumba di daerah tersebut.

2. Kegaduhan yang ditimbulkan akibat pembangunan pelabuhan Tanjung Api-api diduga kuat akan sangat mengganggu sistem komunikasi mereka yang menggunakan sistem sonar (pantulan suara/getar yang dikeluarkan). Hal ini diduga kuat akan meningkatkan tingginya angka kematian (mortalitas) dari Pesut dan Lumba-lumba di kawasan Pesisir Banyuasin.

3. Pembangunan pelabuhan Tanjung api-api nantinya akan membabat hutan mangrove dikawasan pesisir Tanjung Api-api dan kemungkinan juga kawasan lain yang berdekatan (misalnya Sungai Bungin yang masih masuk kawasan TN Sembilang). Hal ini jelas akan mengurangi berkurangnya jumlah ikan dan biota laut karena hutan mangrove merupakan tempat bagi ikan-ikan memijah. Dengan berkurangnya jumlah ikan dan biota laut lainnya, maka sumber makanan lumba-lumba tersebut juga akan berkurang dan ini dikhawatirkan dapat menyusutkan jumlah populasi Lumba-lumba di pesisir Banyuasin.

Konversi Kawasan Hutan Lindung Mangrove

Keberadaan Pelabuhan Tanjung Api-Api, disamping manfaat terhadap ekonomi Sumatera Selatan tetapi sekaligus merupakan ancaman serius terhadap lingkungan hidup, dalam hal ini adalah kawasan lindung hutan bakau dan Taman Nasional Sembilang. Mangrove atau hutan bakau menurut Kepres No. 32 Tahun 1990 adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau (mangrove) yang berfungsi memberi perlindungan kepada perikehidupan pantai dan lautan.

Pembangunan ini diperkirakan akan merubah kawasan lindung mangrove menjadi cagar budibudaya (pelabuhan) seluas 5.960,23 hektar pada Sub Kawasan A (AMDAL dan RDTR Tanjung Api-Api 200,) untuk lokasi dermaga dan bongkar muat barang. Menurut SK. Menhut No. 48 Tahun 2004 tentang Perubahan Status Kawasan Hutan, Perubahan Status Kawasan Lindung harus melakukan hal-hal sebagai berikut yaitu :

  1. Penelitian Tim Terpadu terhadap kawasan hutan yang dimohon dan usulan tanah pengganti.
  2. Pelaksanaan Tata Batas oleh Panitia Tata Batas (PTB) terhadap kawasan hutan yang akan dilepas maupun tanah pengganti dan dibuat serta ditanda tangani Berita Acara Tata Batas (BATB) dan Peta Tata Batas.
  3. Peta Tata Batas Kawasan Setelah Dilepas dan Peta Usulan Kawasan Pengganti. Untuk Tata Batas kawasan yang dilepas dan kawasan pengganti harus disahkan oleh Keputusan Menteri.

Selanjutnya persyaratannya adalah sebagai berikut :

  1. Tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
  2. Tidak menimbulkan enclave atau memotong-memotong kawasan hutan menjadi bagian-bagian yang tidak layak.
  3. Tidak mengurangi cakupan luas minimal kawasan hutan dalam wilayah DAS (30%).
  4. Apabila berdampak penting dan cakupan luas serta strategis maka harus mendapatkan persetujuan DPR.

Dalam kasus Tanjung Api-Api ini, didalam dokumen Amdalnya sama sekali tidak pernah disebutkan rencana pengganti kawasan, letak dan luasannya serta hasil penelitian tim terpadu mengapa dan bagaimana kalau kawasan ini dirubah fungsinya padahal ini sangat penting dan masuk dalam kategori strategis karena :

  1. Perubahan fungsi kawasan mangrove seluas lebih kurang 5.960,23 hektar tentu akan berpengaruh terhadap fungsi kawasan sebagai water catchman area dan tempat tinggal biodiversity.
  2. Kawasan ini berdekatan dengan Taman Nasional Sembilang yang diresmikan satu tahun sebelum Lumbung Energi digulirkan. Didalam kawasan TNS hidup ribuan satwa dan tumbuhan, dan diantaranya adalah jenis-jenis yang langkah dan dilindungi.
  3. Mangrove yang terdapat disepanjang Sungai Banyuasin sampai ke pantai timur adalah kawasan mangrove terpanjang di Asia (lebih kurang 30 Km).
  4. Menurut SK Menhut No. 70 Tahun 2001 Kepentingan strategis adalah kepentingan yang mempunyai pengaruh besar bagi kemajuan perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat serta diprioritaskan oleh pemerintah, antara lain untuk bangunan industri, pelabuhan atau bandar udara, maka pembangunan pelabuhan Tanjung Api-Api masuk dalam kategori kepentingan strategis untuk itu sebelum pelaksanaanya dia harus mendapatkan persetujuan dari DPR.

Dampak Terhadap Mangrove

Hutan mangroove merupakan sumberdaya alam daerah tropika yang mempunyai manfaat ganda dengan pengaruh yang sangat luas ditinjau dari aspek sosial, ekonomi dan ekologi. Besarnya peranan hutan atau ekosistem mangroove bagi kehidupan, dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan, baik yang hidup didalam perairan, diatas lahan maupun tajuk-tajuk pohon mangrove serta manusia yang hidup bergantung pada mangrove.

Para ahli sependapat bahwa hutan mangrove merupakan suatu ekosistem yang unik, dengan fungsi bermacam-macam, yaitu fungsi fisik,biologi dan ekonomi atau produksi. Fungsi fisik: Secara fisik hutan atau ekositem mangrove menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindingi pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya erosi laut serta sebagai perangkap zat-zat pencemar dan limbah. Fungsi Biologi: Secara biologi hutan atau ekosistem mangrove mempunyai fungsi sebagai daerah asuhan pasca larva dan yuwana jenis-jenis tertentu dari ikan, udang dan bangsa krustasea lainnya serta menjadi tempat kehidupan jenis-jenis kerang dan kepiting, tempat bersarang burung-burung dan menjadi habitat alami bagi berbagai jenis biota.

Ekosistem hutan mangrove memiliki produktifitas yang tinggi. Produktifitas primer ekosistem mangrove ini, sekitar 400 – 5.000 g karbon/m2/tahun adalah tujuh kali lebih produktif dari ekosistem perairan pantai lainnya (white 1987). Oleh karenanya mampu menopang keanekaragaman jenis yang tinggi. Daun mangrove yang berguguran, oleh fungsi, bakteri dan protozoa diurai menjadi komponen-komponen bahan organik yang lebih sederhana ( detritus) yang menjadi sumber makanan bagi banyak biota perairan (udang, kepiting, dll).

Fungsi ekonomi atau fungsi produksi. Selain mempunyai fungsi dan manfaat seperti tersebut di atas, ekosistem dan hutan mangrove juga sejak lama telah dimanfaatkan oleh masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Saeger et al. (1983) mencatat 67 macam produk yang dapat dihasilkan oleh ekosistem hutan mangrove dan sebagian besar telah dimanfaatkan oleh masyarakat.

Pertimbangan lain

Namun begitu tidak dipungkiri pula, keberadaan pelabuhan Tjg Api2 beserta akses jalannya, secara tidak langsung akan memberikan kemudahan akses menuju TNS. Sebelumnya akses hanya dapat dilakukan melalui transportasi air dr Palembang dan memakan waktu cukup lama dan melelahkan. Dengan adanya akses jalan ini, maka dpaat digunakan transportasi darat dan disambung dengan transportasi air sehingga waktu tempuh akan menjadi lebih singkat dan lebih murah. Hal ini akan memberikan dampak positif kepada pengelola kawasan untuk lebih mudah mencapai lokasi. Sehingga alasan kawasan jauh dan biaya mahal, sehingga pos jaga sering kosong sudah dapat dikurangi.

Faktor lain yang akan merasakan dampak positifnya adalah akan berkembangnya kegiatan ekowisata di TN Sembilang yang selama ini terkendala oleh mahal dan jauhnya tranportasi ke kawasan. Perlu dilakukan suatu koordinasi dan komitmen agar nantinya pihak masyarakat sekitar kawasan yang paling merasakan manfaatnya dengan berkembangnya kegiatan ekowisata sehingga mengurangi tekanan terhadap kawasan.

Pembangunan sebuah kantor atau Pos Jaga di sisi TNS beserta sarana dan prasarananya akan sangat membantu dalam kegiatan pengawasana kawasan, yang sebenarnya juga meringankan tugas dan tanggung jawab pengelola Pelabuhan.

Penetapan kawasan TN Sembilang juga didasari kepada fungsinya terhadap konservasi global selain karena keunikan bentang alamnya juga karena TNS merupakan habitat penting bagi berbagai flora fauna yang penting secara internasional. Belum lagi fungsinya sebagai paru-paru dunia. Gangguan dan kerusakan terhadap TN Sembilang tidak hanya mempengaruhi isu-isu lokal saja akan tetapi akan menjadi isu internasional pula. Untuk itu perlu dilakukan keputusan-keputusan yang tepat dan bijaksana.

Kesimpulan

1. Analisis kawasan dalam AMDAL harus lebih diperluas, tidak hanya terfokus pada Pelabuhan dan Jalan tetapi harus lebih luas dengan memasukkan keberadaan Taman Nasional Sembilang dan buffer zone-nya karena keberadaan Pelabuhan Tanjung Api-Api dapat dipastikan akan berpengaruh terhadap TN Sembilang, apalagi batasnya hanya muara Sungai Banyuasin.

2. Tinjauan biodiversity yang muncul dalam AMDAL sangat sedikit, terkesan tidak serius dan asal-asalan padehal didaerah tersebut sangat kaya dengan biodiversity dilindungi terutama yang terdapat dihutan bakau, gambut dan air. Misalnya burung yang teridentifikasi hanya 16 jenis padehal daerah Tanjung Api-Api adalah daerah persinggahan burung migran yang berjumlah ribuan ekor per tahun.

3. Pengalihan atau perubahan status kawasan lindung bakau harus mengacu kepada SK Menhut No. 70 Tahun 2001 dan SK. Menhut No. 48 Tahun 2004 tentang perubahan status kawasan, dimana setiap perubahan status kawasan harus dilaiukan kajian ilmiah oleh tim terpadu dan disediakan kawasan penggantinya dan dalam AMDAL ini tidak disinggung sama sekali kemana dan bagaimana pengalihannya.

4. Keterlibatan masyarakat harus lebih diperluas, dalam AMDAL yang terlihat baru Desa Sungsang I padahal yang sangat dimungkinkan akan terkena dampak adalah rasyarakat yang tinggal di Sungai Bungin, Teluk Payou dan Solok Buntu.

5. Untuk melengkapi asumsi dan informasi diatas, masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut/khusus untuk memperkirakan dampak-dampak yang akan terjadi sehubungan dengan pembangunan pelabuhan tersebut. Suatu tim kajian independen sangat disarankan untuk dibentuk dan segera bekerja sebelum segalanya menjadi terlambat.

6. Perubahan fungsi mangrove menjadi pelabuhan akan merubah fungsi mangrove sebagai fungsi fisik, ekonomi dan biologi.



Baca selengkapnya...